33.6 C
Jakarta
Wednesday, April 17, 2024

5 Peristiwa Kelam Sejarah Swedia, Penuh Keputusan Keliru

Swedia modern adalah salah satu negara paling makmur di dunia yang terkenal dengan netralitasnya di dua perang dunia dan memiliki reputasi sebagai negara sosialis modern yang tenang dan berjalan dengan cukup baik. Akan tetapi, sejarah negara Swedia sebenarnya sama tegangnya seperti sejarah negara konflik lain.

Swedia pernah menjadi kerajaan yang kuat dan memiliki sejarah yang penuh dengan perang, revolusi, dan beberapa keputusan yang sangat buruk. Berikut adalah beberapa keputusan yang disesali oleh Swedia.

Pertumpahan darah Stockholm

Swedia
gambar istimewa

Kembali di awal abad ke-16, Denmark, Norwegia, dan Swedia adalah bagian dari Persatuan Kalmar, yang menggabungkan tiga negara tersebut di bawah satu raja dalam persatuan pribadi. Sebagaimana dicatat oleh Britannica, Swedia mencoba melepaskan diri dari Persatuan Kalmar pada tahun 1519, tetapi Raja Christian II dari Denmark menyerbu Swedia, dan menangkap para pemberontak.

Lalu, Christian II dari Denmark berhasil menguasai Swedia dan menjadi raja Swedia pada tahun 1520. Ia mengadakan pesta mewah untuk merayakannya. Di akhir pesta, dia mengumpulkan sekitar 80 bangsawan Swedia dan pemimpin agama, lalu mengeksekusi mereka dalam bentuk pembantaian.

Raja Christian II ingin memperkuat kendalinya atas negara itu—tetapi justru sebaliknya. Seperti dicatat oleh The Local, pertumpahan darah tersebut membangkitkan kembali pemberontakan Swedia dan membuat bangsawannya sendiri merasa tidak nyaman, karena membunuh bangsawan dipandang sebagai preseden yang sangat buruk.

Pada 1522 Swedia telah memenangkan kemerdekaannya dan menjadi negara yang benar-benar merdeka. Tahun 1523, Christian II diusir dari Denmark. Pada tahun 1531 dia ditangkap dan menghabiskan sisa hidupnya dalam penjara.

Raja Charles XII menginvasi Rusia

Swedia
gambar istimewa

Citra geopolitik modern Swedia adalah netralitas. Negara tersebut menolak untuk memihak dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II dan menolak untuk bergabung dengan NATO pada tahun 1949, memilih untuk mengejar kebijakan ‘non-blok’.

Akan tetapi, Swedia pernah menjadi salah satu negara yang paling suka berperang dan pernah menjadi negara adidaya militer yang mendominasi Eropa. Sampai mereka membuat kesalahan dengan menginvasi Rusia.

Raja Charles XII naik takhta Swedia pada tahun 1697 di usia 15 tahun. Usia yang terlampau muda ini membuatnya di pandang sebelah mata. Sebaliknya, Charles ternyata adalah seorang jenius militer dan politik.

Seperti yang dilaporkan We Are the Mighty, selama enam tahun pertempuran, dia menjatuhkan setiap negara lain dari perang, sampai akhirnya Rusia menuntut perdamaian. Charles, yang terlalu percaya diri, menolak untuk berdamai. Sebaliknya, dia menginvasi Rusia. Itu adalah keputusan yang mengerikan.

Pertempuran Poltava adalah kekalahan yang menghancurkan bagi Swedia. Tentara menyerah, dan Charles melarikan diri. Kekalahan itu memicu serangkaian bencana militer yang akhirnya menghancurkan Swedia sebagai kekuatan utama pada masa itu.

Raja Gustav III mencoba untuk mereformasi Swedia

Swedia
gambar istimewa

Swedia mungkin tampak tenang di zaman modern, tetapi sejarahnya dipenuhi dengan kekerasan dan revolusi. Kembali pada akhir abad ke-18, Swedia memiliki kekuatan militer yang diperhitungkan di Eropa, dan raja-rajanya memiliki kekuasaan besar. Hal ini membuat Raja Gustav III cukup yakin untuk mengubah masyarakat Swedia melalui perintah eksekutif.

Gustav telah merebut takhta pada tahun 1771 dengan bantuan tentara. Mahkota telah disubordinasikan ke Rikstag (badan legislatif) selama beberapa dekade, tetapi Gustav merebut kendali dari Rikstag. Dia terlibat dalam kebijakan sistematis untuk mengkonsolidasikan kekuatannya sendiri sambil memperkenalkan reformasi. Dia melucuti kekuasaan bangsawan, dan menggandeng kelas menengah ke bawah. Gustav mengira bahwa kebijakan ini akan menarik simpati rakyat dan memperkuat basis kekuatannya.

Gustav juga khawatir dengan Revolusi Prancis yang berkecamuk dan akhirnya membentuk liga pangeran untuk menentang revolusi populer semacam itu. Akan tetapi, seperti yang dicatat oleh Unofficial Royalty, dia mengambil keputusan yang keliru. Para bangsawan berkonspirasi untuk membunuhnya, dan Gustav ditembak pada tahun 1792. Tembakan itu tidak langsung membunuhnya, tetapi ia mengembangkan sepsis dan meninggal beberapa hari kemudian.

Swedia kembali berperang dengan Rusia

Swedia
gambar istimewa

Pada awal 1800-an, Rusia menandatangani perjanjian dengan Napoleon Bonaparte. Napoleon telah melembagakan Sistem Kontinental, sebuah kebijakan ekonomi yang dirancang untuk mencekik kekuatan Inggris Raya. Sebagaimana yang dicatat oleh Russia Beyond, perjanjian yang ditandatangani Rusia mengharuskannya untuk menekan Swedia agar mematuhinya juga.

Namun, Raja Gustav IV dari Swedia membenci Napoleon. Jadi, dia mengabaikan ancaman Rusia dan justru bersekutu dengan Inggris. Rusia akhirnya menyatakan perang. Namun, pertahanan Swedia tidak direncanakan dengan baik. Alih-alih berdiri teguh melawan Napoleon dan menolak upaya Rusia untuk ikut campur dalam urusannya, Swedia kehilangan seluruh Finlandia, yang akhirnya menjadi kadipaten Rusia.

Kekalahan telak mengubah monarki Swedia menjadi pemerintahan yang jauh lebih lemah. Gustav digulingkan dalam kudeta militer, dan penggantinya dipaksa untuk menerima konstitusi baru yang membatasi kekuasaan mahkota. Alih-alih memoles otoritasnya sendiri, keputusan Gustav justru membuat Swedia menjadi lemah dan menjadikan mahkota sebagai boneka.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Captcha verification failed!
CAPTCHA user score failed. Please contact us!

Stay Connected

23,893FansLike
1,879FollowersFollow
26,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles