32.5 C
Jakarta
Tuesday, March 26, 2024

7 Fakta Kemunculan Kodok Merah di Gunung Salak

Kodok Darah atau dikenal dengan sebutan Kodok Merah menampakkan diri di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Satwa langka bernama latin Leptophryne cruentata itu ditemukan pada saat penutupan kawasan TNGHS di awal pandemi 2020 silam. Beberapa fakta terkait munculnya satu-satunya amfibi yang masuk ke dalam deretan satwa dilindungi dalam PP No 7 Tahun 1999 itu sangat menggembirakan. Artinya kawasan tempat kodok itu berada masih lestari.

Muncul Setelah 5 Tahun Hilang

Kodok Merah ditemukan muncul pada tahun 2020 silam, terakhir satwa nokturnal itu juga terlihat di tahun 2021. Menurut pihak TNGHS penantian munculnya Kodok Merah itu sudah ditunggu selama 5 tahun terakhir.

“Juni tahun 2020 ketika memasuki masa Pandemi COVID-19, kami bersama tim survey bersama-teman-teman TNGHS menemukan kodok merah atau kodok darah itu di kawasan TNGHS yang memang dinyatakan ini satu-satunya jenis kodok yang dilindungi. Sejak 5 tahun itu tidak ditemukan keberadaanya,” kata Munawir, Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi KLHK kepada detikJabar, Rabu (13/7/2022).

Saat itu, Munawir yang masih menjabat sebagai Kepala Balai TMGHS mengatakan bahwa saat awal pandemi kawasan TNGHS ditutup. Dengan adanya penutupan itu, proses pemeliharaan secara alami kawasan tersebut berlangsung. Saat survey dilakukan itulah kemudian si Kodok Merah ditemukan.

“Nah kemudian akhirnya ketemu kawan-kawan itu pertama ketemu di Blok Loji, ketemu si kodok ini tentu kita senang karena waktu itu dinyatakan sudah enggak ketemu. Kita saat itu sempat publish di web kita kembali menemukan setelah 5 tahun tidak ditemukan,” ungkap Munawir.

Penanda Lestarinya Suatu Kawasan

gambar istimewa

Kemunculan Kodok Merah menandakan masih lestarinya suatu kawasan. Ini mengartikan, masih kata Munawir kawasan TNGHS masih terjaga ekosistemnya dan tidak tercemar.

“Kodok jenis ini menjadi penanda masih alaminya atau bagusnya suatu ekosistem. Jadi kehadiran kodok itu di tempat tersebut itu menandakan bahwa daerah itu tidak tercemar daerah itu bersih, nah dia tidak akan bisa hidup di tempat yang daerah itu tercemar alias tidak terjaga kelestariannya,” ujar Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi KLHK kepada detikJabar, Rabu (13/7/2022)..

Kemunculan Kodok Merah amatlah penting sebagai penanda kelestarian sekaligus pantasnya sebuah kawasan dilabeli kawasan konservasi.

Jadi, itu yang menjadi sangat penting bahwa dengan adanya kodok ini di kawasan tersebut bisa dikatakan bahwa TNGHS pantas disebut kawasan konservasi karena dia masih terjaga kealamiannya. Itulah gunanya TNGHS harus dijaga dalam konteks Bio Diversity nya, pasti punya fungsi dengan adanya macan tutul ada Owa Jawa ada Elang Jawa banyak jenis lain yang tentu memiliki fungsi-fungsi di ekologinya termasuk kodok yang tadi.

Keistimewaan Kodok Merah

gambar istimewa

Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi KLHK Munawir mengatakan kemunculan kodok tersebut menandakan kondisi alam di sekitar kawasan itu masih terjaga dan belum tercemar.

“Keberadaan kodok jenis tersebut menandakan alamnya masih bagus masih lestari. Misalkan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), elang jawa juga setiap tahun beranak pinak, artinya habitatnya terjaga. Tugas kita semua menjaga itu. Penemuan (kodok merah) ini membuktikan bahwa satu kodok ini belum punah kedua halimun salak masih lestari itu intinya,” kata Munawir dikutip dari detikJabar, Rabu (13/7/2022).

Mantan Kepala Balai TNGHS tersebut secara spesifik menjelaskan alasan hewan itu langka dan dilindungi. Ada beberapa keistimewaan yang disebut Munawir menjadikan kodok merah menjadi satu-satunya kodok yang masuk dalam daftar satwa dilindungi di PP No 7 Tahun 1999.

Populasi Tidak Terlalu Banyak

gambar istimewa

Habitat Kodok Merah terbilang rentan, karena kerentanan itu, lanjut Munawir tingkat populasi satwa tersebut tidak terlalu banyak. Meskipun belum ada hitungan resmi, namun dipastikan masih ada habitatnya di kawasan TNGHS.

“Karena dia punya kerentanan itu, dia memiliki tingkat populasi yang tidak terlalu banyak. Memang belum hitung secara persis yang ada di Halimun ya. tetapi memang di kali pertama hanya ketemu satu ekor. Mungkin ada dua pasangannya, kan ketemu satu. Tidak seperti kodok jenis lain mungkin ratusan ya tetapi jenis ini satu-satu terlihatnya,” ucap dia.

Rawan Perburuan

Munculnya kodok darah atau dikenal juga dengan nama kodok merah amfibi jadi penanda kelestarian alam di suatu kawasan konservasi itu rentan dengan aktivitas perburuan. Kondisi ini memicu pemerintah memasukan nama satwa tersebut sebagai hewan dilindungi.

Hal itu yang kemudian melandasi pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dalam hal ini pihak Kementrian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) tidak mengumumkan posisi satwa tersebut.

Soal jumlah populasi Kodok Merah di TNGHS, Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi, KLHK, Munawir mengaku belum ada hitungan pastinya. Namun lokasi keberadaan amfibi tersebut dipastikan ada di beberapa titik di kawasan TNGHS.

“Kita belum pernah kepada hitungan jumlah populasinya ya. Kalau habitatnya kita sudah mengetahui di titik-titik mana, tapi kalau disebarkan titik itu sangat rawan terjadinya perburuan, karena memang sangat langka. Khawatir mengundang orang-orang yang tidak bertanggung jawab kemudian mencari dan menjual karena dia mahal karena dia langka,” jelas Munawir kepada detikJabar, Rabu (13/7/2022).

Habitat dan Ciri

gambar istimewa

Terkait habitat satwa tersebut, Munawir yang merupakan mantan Kepala Balai TNGHS itu mengatakan kodok merah berada di kawasan TNGHS yang memang lingkungannya sesuai dengan karakteristik hidup satwa tersebut.

“Di sungai-sungai, Halimun ini kan banyak terdapat mata air mata air tipologi begitu ya, riam-riam kecil di hutan, ada sungai-sungai kecilnya, dia ada di sana,” ungkap Munawir.

Munawir mengatakan kodok itu merupakan satwa nokturnal. Di malam hari, kodok darah biasa mencari makan belalang, jangkrik dan cacing tanah. Hidupnya dihabiskan di dataran rendah atau biasa disebut hewan terestrial.

“Ciri-cirinya sesuai dengan namanya, kodok merah bisa dilihat dari warna bercak merah darah di sekujur kulit tubuhnya. Kulitnya dipenuhi dengan bintil-bintil,” ucapnya.

Kodok jantan memiliki panjang moncong lubang 20 mm hingga 30 mm. Sedangkan Kodok betina 25 mm hingga 40 mm. Kelenjar paratoid Kodok Darah sangat kecil, bahkan saat menggembung seperti tidak terlihat,” tutur Munawir.

Imbauan dan Sanksi

gambar istimewa

Direktur Perencanaan Kawasan Konservasi KLHK Munawir mengimbau agar hewan tersebut dilindungi. Jangan sampai kodok itu diburu untuk dikoleksi karena kelangkaannya.

“Kepada seluruh masyarakat terkhusus generasi muda untuk ikut menjaga kelestarian populasi dan habitat jenis kodok ini dengan tidak ikut serta melakukan perburuan atau merusak hutan sebagai habitat satwa yg sangat penting di ekosistem revarian ini,” imbau Munawir.

Soal sanksi tertuang dalam Pasal 40 Ayat 2 UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Barang siapa yang melakukan pelanggaran terhadap satwa dilindungi maka ancaman pidananya paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Captcha verification failed!
CAPTCHA user score failed. Please contact us!

Stay Connected

23,893FansLike
1,879FollowersFollow
26,400SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles