26 C
Jakarta
Sunday, December 3, 2023

Waspadai Predator Online, Resiko Unggah Konten Anak di Media Sosial

Seorang TikTokers cilik berusia 3 tahun menginspirasi gerakan di media sosial untuk menghapus konten yang berkaitan dengan anak. Gerakan tersebut kemudian diterapkan seorang pengguna TikTok lainnya bernama Makayla Musick, yang baru-baru ini mengumumkan bahwa dia akan berhenti mempublikasikan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh anaknya.

Melalui akun yang dikendalikan oleh ibunya, Jacquelyn. Dia sering membagikan berbagai aktivitas keseharian yang dilakukan Wren seperti balita normal lainnya. Beberapa di antaranya pun terdapat konten bersponsor.

Setelah gerakan itu viral, Jacquelyn, sang ibu mulai menghapus beberapa konten yang berkaitan dengan Wren. Begitu pula pada ibu-ibu lain yang sering membagikan aktivitas anaknya di media sosial. Itu semua karena ada rasa khawatir tentang kejahatan online yang mungkin bisa menerpa sang anak melalui fitur simpan yang tersedia di TikTok.

Fitur Simpan di TikTok yang Mengkhawatirkan

fitur simpan di tiktok

Seorang TikTokers dengan akun @hashtagfacts telah mencatat bahwa video Wren mengenakan kemeja oranye telah disimpan lebih dari 45.000 kali oleh pengguna TikTok lainnya.

Dan, sebuah video Wren memakan hotdog sudah disimpan hampir 375.000 kali. Itu berarti pengguna sering mencari video anak berusia tiga tahun yang makan hotdog atau acar. Pencarian populer serupa untuk Wren juga beberapa kali muncul di Google. Mengingat fitur simpan di TikTok tersebut, dia berpikiran bahwa mungkin ada predator anak yang bisa dengan mudah mengakses video Wren.

Pelaku kejahatan itu pun dapat menyimpan atau membagikan ulang video Wren untuk tujuan tertentu yang sulit untuk dilacak. Dia pun memutuskan untuk tidak lagi mengunggah aktivitas anaknya sampai anaknya tumbuh lebih dewasa.

Risiko Mengunggah Konten Anak di Media Sosial

resiko unggah konten di tiktok

Di sisi lain Direktur Eksekutif National Center for Missing & Exploited Children (NCMEC) John Walsh mengiyakan bahwa mengunggah aktivitas anak di media sosial akan berisiko memicu kejahatan online.

Misalnya, akun mereka dikunci atau menggunakan fitur closed friends yang hanya bisa diakses oleh orang-orang terpilih. Itu mencakup teman dekat, keluarga, dan orang-orang baik di sekitarnya.

Namun, ada satu hal yang perlu diingat bahwa tidak semua orang di media sosial itu memiliki niat yang baik. Ada kemungkinan predator yang berkeliaran di media sosial dan jarang disadari.

Hal itu tentu dapat membuat para predator anak mencari konten yang mungkin digunakan untuk tujuan yang buruk. Kejadian-kejadian seperti penculikan, pemerasan, dan pelecehan seksual bahkan memenuhi hasrat seksual abnormal bisa menjadi risikonya.

Setelah “predator” dengan mudah mengonsumsi konten secara online, akan lebih mudah bagi mereka untuk melakukan tindak kejahatan. Kata Walsh, tindak kejahatan itu motifnya sangat beragam, bahkan sulit diprediksi.

Itu bisa merugikan orangtua bahkan anak-anak mereka yang baru saja aktif di media sosial. Salah satu saran dari NCMEC pada anak-anak yang mulai aktif di media sosial ini adalah dengan tidak mengunggah data atau informasi pribadi yang terlalu banyak.

Satu contoh kasus yang sering ditemukan adalah para predator dapat memaksa anak di bawah umur tersebut untuk berbagi foto dan video diri mereka sendiri. Kemudian, mempersiapkan mereka untuk mulai berbagi konten yang lebih proaktif dari waktu ke waktu, bahkan para predator sering kali menyamar sebagai anak di bawah umur lainnya.

Demikianlah informasi mengenai predator anak dibawah umur. Jadi, kita semua harus tetap senantiasa menjaga diri ya agar dijauhi dari kejahatan-kejahatan diluar sana. Semoga bermanfaat!

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Captcha verification failed!
CAPTCHA user score failed. Please contact us!

Stay Connected

23,893FansLike
1,879FollowersFollow
25,600SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles