29.7 C
Jakarta
Tuesday, April 16, 2024

Inilah Sejarah, Filosofi, dan Tradisi dari Bubur Asyura

Bubur Asyura merupakan salah satu kuliner khas saat Tahun Baru Islam. Lebih tepatnya, sajian ini disatukan dengan pelaksanaan puasa sunah di bulan pertama kalender Hijriah, yakni Muharram.

Pada hari ke-10 bulan Muharram, umat Islam merayakan Hari Asyura yang ditandai dengan puasa sunah. Dan bubur Asyura adalah bubur yang dibuat dengan berbagai bahan dan ramuan khusus untuk berbuka puasa pada hari tersebut.

Bubur Asyura biasanya akan dimasak bersama dan nantinya akan dibagi-bagi ke masjid maupun warga sekitar. Bahan untuk memasakknya juga akan dikumpulkan dari masing-masing orang sebelum dimasak bersama. Ketika memasak, para ibu biasanya akan saling tukar cerita keluarga, membahas isu-isu terkini di kampung, bahkan isu sosial politik di Indonesia dan dunia.

Bahan-bahan bubur Asyura sendiri dijelaskan terdiri dari santan kelapa, pisang, nangka masak gula merah, sagu dengan butiran keras, kacang hijau, labu kuning, dan ubi, menurut VOA Indonesia.

Tradisi memasak bubur asyura tidak hanya berpusat pada satu wilayah, namun hampir seluruh daerah di Indonesia yang warganya melaksanakan puasa Muharram. Namun, rasanya bisa berbeda antardaerah, mengingat bahan yang dipakai juga lain.

Dikatakan bahwa ada bubur asyura yang terbuat dari umbi-umbian, sehingga memberi cita rasa manis. Namun, ada pula yang justru didominasi rasa gurih karena berbahan rempah-rempah dan daging.

Tradisi memasak ini sudah membudaya karena mengandung makna filosofi yang kuat bagi umat muslim. Berikut ini merupakan sejarah tradisi memasak bubur asyura beserta resepnya:

Sejarah dan Filosofi Bubur Asyura

sejarah dan filosofi dari bubur asyura

Bulan Muharram merupakan bulan yang spesial bagi umat Islam. Bulan ini dirayakan sebagai pergantian tahun bagi para muslim. Tak hanya itu, pada hari ke-10 Bulan Muharram, umat Islam merayakan Hari Asyura.

Di hari ke-10 ini, umat Islam mempunyai tuntunan untuk menjalankan puasa sunah. Namun, Hari Asyura juga diperingati dengan cara lain, yang paling terkenal adalah dengan membuat Bubur Asyura.

Bubur Asyura atau Suro ternyata tidak hanya menjadi tradisi semata dalam menyambut Tahun Baru Islam, bubur asyura ternyata sarat makna. Tradisi memasak bubur asyura merupakan bentuk pengungkapan rasa syukur manusia atas keselamatan yang selama ini diberikan oleh Allah SWT.

Jika dirujuk menurut sejarah atau asal usulnya, bubur asyura ternyata sudah ada sejak masa Nabi Nuh kala bersama kaumnya yang beriman selamat dari banjir besar dengan menaiki perahu.

Dilansir dari berbagai sumber dihikayatkan, bahwa tatkala perahu Nabi Nuh AS sudah berlabuh siap digunakan pada hari asyuro, beliau berkata kepada kaumnya:

“kumpulkanlah semua perbekalan yang ada pada diri kalian!. Lalu, beliau menghampiri (mereka) dan berkata: “(ambillah) kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal, dan ‘adas (biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini dengan jelai (sejenis tumbuhan yang bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)”.

Kemudian Nabi Nuh berkata: “masaklah semua itu oleh kalian!, niscaya kalian akan senang dalam keadaan selamat”.

Dari peristiwa ini maka kaum muslimin terbiasa memasak biji-bijian. Dan kejadian di atas merupakan praktik memasak yang pertama kali terjadi di atas muka bumi setelah kejadian topan.

Dan juga peristiwa itu dijadikan inspirasi sebagai kebiasan setiap hari asyuro. Sejak itu, tradisi memasak bubur asyura dilakukan oleh umat Muslim di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.

Tradisi Memasak Bubur Asyura di Indonesia

Salah satu daerah yang masih melaksanakan tradisi ini adalah satu desa di Sumatera Utara. Tepatnya di Desa Stabat Lama Barat, Dusun Pantai Luas, Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat. Kemudian, rasa dari bubur asyura bisa berbeda antardaerah, mengingat bahan yang dipakai juga lain.

Dikatakan bahwa ada bubur asyura yang terbuat dari umbi-umbian, sehingga memberi cita rasa manis. Namun, ada pula yang justru didominasi rasa gurih karena berbahan rempah-rempah dan daging. Bubur asyura selalu dimasak dalam porsi yang sangat besar. Hal ini lantaran, biasanya bubur ini nantinya akan disajikan ke masyarakat dalam satu desa.

Bubur yang dimasak setiap setahun sekali ini dibuat dengan sekitar 44 macam bahan campuran, diantaranya beras, ubi kayu, kentang, santan, ikan teri, ikan asin, daging ayam dan ramuan rempah-rempah lainnya.

Untuk proses pemasakannya sendiri, biasanya dilakukan sepanjang hari. Mulai dari pagi hingga matahari terbenam. Bubur asyura selalu dimasak dengan cara gotong royong oleh warga desa setempat yang mempunyai waktu untuk membantu dalam proses pembuatan bubur ini.

Setelah bubur asyura selesai dimasak, bubur ini akan didoakan lebih dulu sebelum dikonsumsi. Sebelum dibagikan ke masyarakat, bubur yang telah dimasak tadi kemudian di tempatkan di dalam satu wadah besar yang kemudian didoakan oleh seorang ustaz.

Tradisi memasak bubur ssyura setiap tanggal 10 Muharram memang masih terus dipertahankan di berbagai daerah di Indonesia. Momen ini menjadi semakin spesial, selain dimasak secara bergotong-royong, momen ini pun menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menumbuhkan jiwa sosial.

Nah jadi itulah penjelasan tentang sejarah, filosofi, dan tradisi dari bubur asyura. Selamat mencoba!

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Captcha verification failed!
CAPTCHA user score failed. Please contact us!

Stay Connected

23,893FansLike
1,879FollowersFollow
26,500SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles