25.1 C
Jakarta
Tuesday, June 25, 2024

ESA Potret Penampakan Mirip Kerumunan Laba-laba Raksasa di Mars, Apa Itu?

Satelit ExoMars Trace Gas Orbiter milik European Space Agency (ESA) telah menemukan struktur aneh yang mereka sebut ‘tanda laba-laba dari Mars’.

Gambar itu diambil dari wilayah kutub selatan Planet Merah, memperlihatkan sebuah fitur yang tampak seperti laba-laba raksasa di permukaan planet tersebut. Namun, tentu saja itu bukanlah laba-laba asli, fitur itu tercipta di dalam es saat musim dingin menuju musim semi di Mars.

“Fitur kecil dan gelap ini terbentuk ketika sinar Matahari musim semi menyinari lapisan karbon dioksida yang disimpan selama bulan-bulan musim dingin yang gelap,” jelas ESA.

“Sinar Matahari menyebabkan es karbon dioksida di bagian bawah lapisan berubah menjadi gas, kemudian menumpuk dan memecah lempengan es di atasnya. Gas tersebut meledak di musim semi di Mars, menyeret material gelap ke permukaan seiring berjalannya waktu dan menghancurkan lapisan es setebal satu meter.”

Ketiga gas tersebut keluar, mendorong debu dan pasir ke atas, menciptakan air mancur raksasa kemudian jatuh kembali ke Mars. Saat mengendap, ia menciptakan bercak gelap seperti yang terlihat pada gambar, dengan lebar antara 45 meter hingga 1 kilometer. Dengan kata lain, pola seperti laba-laba tersebut sebenarnya merupakan kombinasi antara debu dan retakan di es.

Fenomena melihat pola familiar pada satu benda disebut sebagai pareidolia. Pareidolia adalah sebuah fenomena psikologis yang melibatkan stimulus samar-samar dan acak–seringkali sebuah gambar atau suara– yang dianggap penting. Pareidolia berasal dari gabungan dua kata bahasa Yunani kuno, yakni ‘para’ yang berarti sesuatu yang salah dan ‘eidolon’ yang berarti gambaran atau bentuk.

Pareidolia adalah salah satu bentuk apophenia, kecenderungan untuk melihat hubungan atau pola pada hal-hal yang tak berhubungan atau acak, misalnya benda atau ide. Dalam kaitan evolusi manusia, pengenalan pola-pola ini digunakan untuk mengidentifikasi bahaya dengan cepat.

Carl Sagan menjelaskan dalam bukunya “The Demon-Haunted World: Science as a Candle in the Dark”, kemampuan untuk mengidentifikasi ancaman sangatlah penting bagi kelangsungan hidup kita.

Manusia purba akan melarikan diri ketika melihat pola seperti singa yang bersembunyi di semak-semak. Mereka yang tak dapat melihat pola singa akan mati disergap. Dan kalau pun pola di semak yang kita lihat ternyata bukan singa, melainkan batu, ya, tidak apa-apa; manuisa purba tetap bisa bertahan hidup dan mewariskan gen ke generasi berikutnya.

“Otak kita terus-menerus mencoba memahami dunia luar. Salah satu cara otak mencapai tujuan ini adalah dengan mendeteksi dan mempelajari pola yang pada dasarnya merupakan keteraturan statistik di lingkungan karena pola ini membantu otak memutuskan bagaimana bereaksi atau berperilaku agar dapat bertahan hidup,” ujar dr. Jess Taubert dari University of Queensland, sebagaimana dikutip dari IFLScience.

Apa yang ditemukan ESA di Mars membuat otak kita melihat pola yang mirip dengan laba-laba, ini adalah bagian dari evolusi yang diteruskan oleh nenek moyang kita zaman dulu. Namun, kemampuan mengidentifikasi pola ini juga terkadang menyebabkan salah tafsir saat melihat gambar acak atau pola cahaya yang mirip wajah atau objek tak dikenal.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Captcha verification failed!
CAPTCHA user score failed. Please contact us!

Stay Connected

23,893FansLike
1,879FollowersFollow
26,900SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles