29.2 C
Jakarta
Thursday, May 9, 2024

Mengapa Masih Ada yang Mendukung Israel?

Konflik Israel dan Palestina entah kapan berakhir. Konflik ini telah menyesakkan dada dan membuat trauma kemanusiaan yang dalam di abad ke-21 ini.

Kementerian Kesehatan Palestina baru saja menyampaikan jumlah korban yang meninggal di Gaza sejak serangan Israel dimulai pada 7 sampai 23 Oktober 2023 sudah mencapai lebih dari 5 ribu orang.

Termasuk di dalamnya lebih dari 2.000 anak-anak. Ini benar-benar genosida modern abad ini yang seolah didiamkan oleh rezim internasional.

Data pemerintah Hamas juga menyebutkan bahwa lebih dari 181.000 unit rumah rusak. Total 20.000 rumah di antaranya hancur total atau tidak dapat dihuni lagi.

Hak-hak sipil benar-benar diabaikan dan Israel jelas melanggar kode etik perang modern yang tak boleh menyerang dan merugikan hak-hak sipil.

Ini tidak dilakukan kecuali oleh rezim politik yang tidak memiliki visi kemanusiaan dan oleh orang-orang yang dipenuhi dengan kebencian dan tentu telah kehilangan nalar kemanusiaan.

Namun, di tengah banyaknya korban sipil di Palestina masih banyak juga yang mendukung Israel baik dari negara-negara Barat maupun per individu yang menutup mata dari realitas penjajahan Israel dan akar permasalahan yaitu perampasan (pencurian) tanah Palestina oleh bangsa Yahudi Zionis sejak tahun 1948 hingga hari ini.

Hal ini sudah lama dibuktikan dan didiskusikan oleh ilmuwan Yahudi Israel yaitu Ilan Pappe (2015; 2017) dan Ilmuwan Kristen Palestina yang terusir dan menetap di Amerika Edward W. Said (1978; 1979).

Demonstrasi pendukung Palestina

Negara-negara Barat terutama Amerika tertekan oleh lobi Yahudi yang menguasai eksekutif dan legislatifnya.

Para pelobi Yahudi aktif memberikan bantuan fresh money kepada calon-calon legislatif di Amerika dan juga terlibat dalam mendanai kampanye politik dan menentukan terpilihnya eksekutif dari level menteri bahkan presiden (Mearsheimer dan Walt, 2006).

Hal lainnya adalah konstruksi pengetahuan genosida Yahudi di Barat terutama Eropa dianggap tabu dan sakral karena Eropa telah memperlakukan Yahudi seperti binatang bahkan kuman sejak abad pertengahan hingga perang dunia pertama di Eropa.

Hal inilah yang yang membuat rezim kekuasaan di negara-negara Eropa cenderung tak memiliki etos kritis melihat persoalan Israel dan Yahudi secara proporsional (Said, 1978; 1979).

Konstruksi pengetahuan inilah yang dimanfaatkan oleh rezim apartheid dan zionis Israel untuk memposisikan Israel seolah-olah korban dari persekusi Hamas Palestina dan Islam garis keras lainnya.

Hamas Palestina dan garis keras lainnya dianggap oleh rezim Barat berpaham ala Eropa abad pertengahan dan Nazi di era Hitler.

Padahal kenyataannya, Israel lah yang mencuri tanah Palestina sejak 1948 dan mempersekusi rakyat Palestina sejak 1948 hingga detik ini (Pappe, 2015; 2017).

Hal ini juga yang ada di kepala per individu yang masih mendukung Israel hari ini walaupun telah membantai ribuan manusia (melakukan genosida modern) dan mengusir jutaan warga Palestina baik Muslim maupun Kristen sejak 1948 sampai detik ini.

Mereka naif melihat persoalan ini berkelindan antara kemanusiaan dan keadilan yaitu hak bangsa Palestina terhadap tanah Palestina (Said, 1979; Pappe, 2017).

Misalnya dalam beberapa forum diskusi formal dan non-formal tentang Palestina maka lahir dua argumen dasar, pertama Palestina dan gerakan-gerakan sosial politik yang ada di Palestina sedang berjuang untuk mengembalikan hak bangsa Palestina terhadap tanah Palestina baik melalui diplomasi atau jalur kekerasan (intifadah) Palestina.

Namun, lahir argumen kedua yang juga dominan bahwa Palestina dan gerakan-gerakan sosial politiknya adalah teroris yang mengebom Israel, membunuh dan menculik warga Israel.

Padahal, hal yang sama dilakukan oleh rezim apartheid dan zionis Israel setiap hari di wilayah yang dicaplok oleh Israel seperti Hebron dan wilayah-wilayah sengketa keras lainnya misalnya jalur Gaza.

Gerakang anti-war demi menjaga korban sipil

Namun, patut disyukuri karena pemimpin spiritual Iran, Imam Khamenei, tidak sendiri dalam menyuarakan secara terbuka tentang kebiadaban Israel sejak tahun 1948 hingga hari ini.

Paus Fransiskus pun juga sebagai pemimpin umat Katolik sedunia telah bersuara dan menyerukan agar perang antara Hamas dan Israel diakhiri.

Alhasil, mari kita buka mata dalam melihat kebenaran sejati, melawan kekuasaan politik yang ingin menghancurkan kemanusiaan dan menggunakan tafsir agama menjustifikasi pembunuhan massal ini secara naif.

Perdamaian sulit diwujudkan karena kepentingan politik dan agama membutakan mata pihak-pihak yang bertikai di tempat suci ini.

Solusi yang bisa dibayangkan adalah karena Israel jelas telah merampas tanah bangsa Palestina maka harus mengembalikan tanah yang dirampasnya kepada bangsa Palestina atau kedua belah pihak mulai berbesar hati dan membuka jiwa untuk melebur menjadi satu negara yang dihuni oleh Yahudi, Kristen, dan Islam, serta siapa pun yang ingin tinggal di tanah suci ummat agama Ibrahimik ini.

Tuhan, saksikanlah karena saya telah bersikap dan berjuang melalui tulisan ini untuk kemanusiaan yang sejati.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here
Captcha verification failed!
CAPTCHA user score failed. Please contact us!

Stay Connected

23,893FansLike
1,879FollowersFollow
26,700SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles