Home Asal-Usul Asal Usul Mengapa Nenek Moyang Kita Seorang Pelaut

Asal Usul Mengapa Nenek Moyang Kita Seorang Pelaut

0
Asal Usul Mengapa Nenek Moyang Kita Seorang Pelaut
<center>kapal layar</center>

Lagu Nenek Moyangku merupakan salah satu lagu anak-anak yang populer di kalangan masyarakat Indonesia, ciptaan Ibu Sud tahun 1940. Di dalam lagu tersebut, nenek moyang kita digambarkan sebagai soorang pelaut yang tangguh dan perkasa. Lalu, mengapa nenek moyang kita seorang pelaut?

Berlayar dari Taiwan

nenek moyang berlayar dari taiwan

Menurut Teori Out of Taiwan, nenek moyang bangsa Indonesia disebut-sebut berasal dari Taiwan atau Kepulauan Famosa (Formosa). Diperkirakan nenek moyang bangsa Indonesia berlayar dari Taiwan menuju Filipina sekitar tahun 4.500-3.000 SM.

Kemudian, sekitar tahun 3.500-2.000 SM, mereka bermigrasi ke Indonesia melalui Sulawesi dan kemudian menyebar ke berbagai pelosok Nusantara. Dari Sulawesi, alur persebaran terpecah menjadi dua jalur, yaitu barat dan timur.

Alur barat, yakni ke Kalimantan lalu ke Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur. Sementara alur timur berawal dari Sulawesi ke Indonesia bagian timur. Ketika bermigrasi, para penutur Austronesia sekaligus memperkenalkan kebudayaan kepada masyarakat setempat.

Para penutur bahasa Austronesia merupakan bangsa pelaut yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di lautan dan bermigrasi dari satu pulau ke pulau lain. Budaya ini kemudian menjadi suatu ciri khas tersendiri di Indonesia. Contohnya, kata “layar” yang memiliki arti sama dalam bahasa Indonesia, Filipina, Melayu, hingga Polynesia.

Berlayar Menggunakan Kapal Sejak Zaman Dulu

menggunakan kapal layar zaman dahulu

Tradisi pelayaran nenek moyang kita dibuktikan dengan lukisan di sejumlah dinding gua. Salah satunya lukisan yang diperkirakan berusia 65.000 tahun, menggambarkan manusia dengan perahu. Lukisan tersebut dapat ditemukan di beberapa gua di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua.

Selain di dinding gua, gambaran nenek moyang menggunakan perahu juga dapat dilihat di relief Candi Borobudur, Jawa Tengah. Lalu, sekitar abad 8 M, atau 1200 tahun yang lalu Kerajaan Syailendra juga membuat sebuah kapal layar yang sangat besar dan megah.

Kapal tersebut kerap digunakan para pelaut untuk berlayar mengarungi lautan melewati Samudera Hindia sampai ke Madagaskar, Afrika Selatan, hingga Ghana, dengan tujuan berdagang rempah-rempah.

Kemudian pada abad ke-14, pada masa Kerajaan Majapahit juga tercatat Indonesia memiliki armada laut yang kuat untuk melindungi jalur perdagangan sekaligus wilayah kekuasaannya.

Pada permulaan abad ke-15, nenek moyang diketahui sudah memiliki lima jaringan perdagangan, sebagai berikut:

  • Teluk Bengal yang melingkupi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Lanka, Burma, serta pesisir utara dan barat Sumatera
  • Selat Malaka
  • Pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan
  • Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan
  • Laut Jawa, meliputi Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera

Kelima jaringan ini ada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Masih di abad yang sama, Sultan Alaudin Al-Mukamil dari Kesultanan Aceh diketahui memiliki 100 kapal perang, yang kala itu dipimpin oleh laksamana wanita bernama Laksamana Malahayati untuk menumpas Portugal.

Membuat Kapal Laut Sendiri

dapat membuat kapal sendiri

Sejak zaman dulu mereka sudah memiliki kemampuan untuk membuat kapal lautnya sendiri. Sejak abad ke-14 M, suku Bugis di Tana Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan membuat sebuah kapal layar cukup besar bernama Kapal Pinisi.

Namun, ada pula versi lain yang menyebutkan bahwa Kapal Pinisi pertama kali dibuat oleh Putra Mahkota Kerajaan Luwu, Sawerigading, saat hendak berlayar menuju negeri China. Kapal Pinisi adalah kapal yang menggunakan sistem layar, tiang, dan tali, jenis pinisi atau pinisiq.

Akan tetapi, banyak orang yang salah mengartikan tentang pinisi. Sebagian besar orang mengira bahwa pinisi adalah nama kapal. Padahal, pinisi sebenarnya lebih merajuk pada sistem layar, tiang, dan layar, yang dipasang ke lambung kapal, bukan sebagai nama kapalnya. Pada akhir tahun 2017, seni pembuatan kapal dengan sistem pinisi dijadikan Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO.

Nah, jadi itulah pembahasan mengenai asal usul mengapa nenek moyang kita seorang pelaut. Semoga informasinya bermanfaat ya!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here