Pakar hubungan internasional meminta pemerintah Indonesia memperhitungkan risiko diplomatik jika memutuskan membeli minyak mentah dari Rusia. Sebab, langkah tersebut berpotensi mencederai reputasi Indonesia di mata negara-negara Barat.
“Jadi ini memang betul-betul merupakan keputusan yang punya risiko diplomasi dan risiko terhadap reputasi Indonesia yang sangat tinggi,” kata Ishaq.
Namun, menurut pengamat energi, membeli minyak murah dari Rusia belum tentu akan menurunkan harga BBM secara signifikan.
Memantau semua opsi
Dalam wawancara dengan Financial Times, Senin (12/09), Presiden Jokowi ditanya apakah Indonesia akan membeli minyak mentah dari Rusia.
“Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara (dan) mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja,” jawab Jokowi.
Presiden menambahkan bahwa adalah kewajiban pemerintah untuk menemukan berbagai sumber demi memenuhi kebutuhan energi rakyatnya. Hal itu ia katakan saat negara-negara Barat sedang berusaha mengurangi ketergantungan energi pada Rusia sebagai respons atas invasi ke Ukraina.
Sikap Presiden mendapat dukungan dari anggota Komisi VII DPR dari PDIP, Adian Napitupulu. Ia mengatakan, tanggung jawab utama pemerintah Indonesia adalah kepada rakyatnya sendiri.
“Satu sisi kita memang bagian dari dunia internasional, tetapi kita lebih bertanggung jawab pada keselamatan rakyat kita sendiri.
Wacana untuk membeli minyak murah dari Rusia bergulir setelah negara itu menginvasi Ukraina, Februari lalu.
“Kami melihat ada peluang untuk membeli dari Rusia dengan harga yang lebih baik,” kata Nicke seperti dikutip Reuters.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno baru-baru ini mengatakan Rusia menawarkan minyaknya dengan diskon 30% dari tarif internasional. Jika Jakarta menerima tawaran tersebut, Indonesia akan mengikuti langkah sejumlah negara Asia termasuk India dan China yang sudah lebih dahulu membeli minyak mentah dari Rusia.
Langkah itu membantu Moskow menghindari sanksi ekonomi berat yang dijatuhkan oleh Barat.
Biaya diplomasi
“Kita ketahui bahwa Amerika bisa saja mengambil langkah langkah yang tegas itu, bahkan mungkin langkah yang ekstrem seperti melakukan embargo atau melakukan peninjauan terhadap berbagai macam komitmen dalam kerja samanya dengan Indonesia yang sudah dibangun selama ini” kata Ishaq
Ia juga menambahkan selain itu juga kita ketahui bahwa saat ini dunia internasional baik pemerintah organisasi internasional, maupun organisasi masyarakat sipil memberikan atensi yang tinggi dan concern yang serius terhadap perilaku atau tindakan Rusia di Ukraina. Nah, ini bisa saja juga berimbas kepada Indonesia. Batasan harga itu diperkirakan US$40 sampai US$ 60 per barel.
AS telah mengancam akan memberi sanksi kepada pihak yang membeli minyak Rusia di atas batasan tersebut. Sedangkan Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan akan menahan ekspor ke negara yang menerapkan batasan tersebut, yang dapat memberikan tekanan pada pasar.
Ishaq menyarankan pemerintah Indonesia agar mematuhi batasan harga yang ditetapkan G7, bila jadi membeli minyak dari Rusia. Atau, langkah lain yang bisa diambil, membeli dari pihak ketiga misalnya China dan India.
Apakah impor dari Rusia akan turunkan harga BBM?
Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM akhir Agustus lalu demi mengurangi beban subsidi pada keuangan negara. Presiden Jokowi mengatakan anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun ini telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 trilun.
Subsidi membengkak karena rata-rata harga minyak dunia selama sembilan bulan terakhir berkisar 90 hingga 100 dolar AS per barel – jauh di atas Indonesia Crude Price atau ICP yang ditetapkan di APBN 2022 yaitu 63 dolar AS per barel.
Indonesia harus mengimpor hingga 500.000 barel minyak mentah per hari, menurut data SKK Migas. Itu karena produksi dalam negeri hanya mencapai 700.000 barel per hari (bph) sementara konsumsinya mencapai hingga 1,5 juta barel per hari.
“Kalau jumlahnya sedikit, saya kira nggak akan terlalu berpengaruh signifikan ya misalnya dari 800.000 bph, kita beli dari rusia 300.000 bph; 500.000 lagi kita impor dari apa dari Arab saudi, dari Afrika dengan harga yang sama (tarif internasional) ketika di-blend kan memang ada penurunan tetapi tidak signifikan,” ia menerangkan.
Pendapat serupa disampaikan pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa.
“Itu kita harus beli ke depannya, kalau mau nurunkan harga, separuh dari volume minyak kita dari yang kita beli sekarang sampai bulan September itu harus dibeli dalam tiga bulan ke depan. Jadi dari sisi itu agak sulit ya menurut saya,” kata Fabby.
Hingga saat ini pemerintah belum memastikan apakah akan membeli minyak dari Rusia. Pejabat Kementerian ESDM, Pertamina, maupun juru bicara Kedutaan Besar Rusia tidak menjawab permintaan wawancara dari BBC News Indonesia.
Nah, itulah penjelasan mengenai pakar hubungan internasional yang meminta pemerintah Indonesia memperhitungkan risiko diplomatik jika memutuskan membeli minyak mentah dari Rusia. Sebab, langkah tersebut berpotensi mencederai reputasi Indonesia di mata negara-negara Barat.